Laman

Jumat, 16 Maret 2012

RANTING-RANTING KERING

Sendiri Ega jogging menyusuri pantai. Matahari mulai bersinar, sinar yang panas beradu dengan air laut. Tetapi tidak begitu di perhatikan, hanya tangannya yang sibuk membersihkan keringat yang menetes. Dan Ega merebahkan badannya di pasir yang panas, wajahnya menatap langit biru yang bersih, mencoba melihat sinar matahari. Tetapi lama - kelamaan tidak kuat, pandangannya menjadi gelap, kemudian dia memejamkan matanya.
Yang kelihatan senyum Nina yang selama ini menjadi pujaan hati. Segera bangun dan Ega berteriak keras. Kanan kiri terlihat sepi. Hanya ada anak nelayan yang sedang memeriksa jala yang digunakan untuk menangkap ikan. Di dalam hati Ega meratap. Senyum Nina adalah senyum racun beneran.
Dua tahun silam, hari dan tanggalnya Ega lupa, dia ketemu dengan Nina di bus kota. Kebetulan kursi sebelah Ega kosong, dan Nina kemudian duduk di kursi tersebut. Dua orang duduk bersanding dan berkenalan, berbincang – bincang. Hari – hari seterusnya jadi akrab, Ega sering main ke rumah Nina.
Semuanya jalan seperti air yang mengalir. Saling terbang bersama, mainan mega dan langit seperti gula marsmallow. Saying semua itu tidak berjalan lama. Semua yang indah menjadi suram ketika Nina memutuskan hubungan. Dia memutuskan membuat cerita cinta baru bersama lelaki lain. Episode dengan Ega sudah selesai tanpa ada air mata yang menetes dari Nina.
Ombak laut saling bersautan tanpa henti, semakin membuat Ega rindu dengan Nina. Yang dulu sering membuat istana pasir setiap jalan – jalan ke pantai. Sebenarnya ketika mendekati Nina dulu, Ega sudah tau bahwa sebenarnya hati Nina hanya untuk Nefa yang pernah dikenalkan ke dia. Tetapi Ega tidak menyerah, dia berfikir bahwa dia akn bisa menggantikan posisi Nefa di kehidupan Nina.
Maka dari itu Ega juga tidak bisa menyalahkan Nina begitu saja. Perempuan memang punya hak untuk menentukan pilihan. Dan juga tidak ada gunanya jika hati Nina tidak sepenuhnya untuk dia walaupun Nina selalu bersama disisinya.
Ega bernapas panjang seperti ingin melegakan dadanya yang terasa sesak. Jika ditelusuri perjalanan seperti itu hanya seperti cerita klise saja, tetapi ternyata juga menyakitkan hati, terlebih bagi orang yang sedang jatuh cinta.
Dia senyum masam mengingat perjalanan cintanya. Tangannya sibuk membersihkan pasir yang menempel di badannya, kemudian melangkah mengambil ransel yang diletakkan di dekat batu – batu besar. Matahari semakin beranjak ke arah barat, Ega segera menghampiri motornya. Rasanya ingin cepat pulang dan istirahat di kamarnya.
Ega sampai di rumah sudah senja. Di depan pintu pagar rumah terlihat motor Honda hitam dengan corak merah diparkir di samping pohon pinang mrah kesayangan mamanya. Dia hapal, itu motor Vanda, teman satu jurusan di kampusnya. Sudah lama cewek itu tidak pernah main, ini tumben dia main, gumam Ega.
Sebelum Ega melangkah ke teras, Vanda segera menghampirinya, “ Kemana aja loe Ga, capek ni nunggu loe,” kata Vanda tanpa memperhatikan wajah Ega yang masih memerah terkena panas sinar matahari dari pagi sampai sore di tepi pantai.
Ega hanya senyum, “ gue laper banget Van. Makan yuk. Tadi mama gue masak sambal goring ikan pari,” ajk Ega ke Vanda.
Perut Ega memang terasa lapar, seharian hanya terisi bakso satu mangkok, kacang garuda 72 gram dan aqua dua gelas.
“Males Ga,” jawab Vanda.
Ega bengong melihat Vanda malah duduk di teras.
“Males?? Ga’ salah loe??” Ega seperti tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Sepengetahuannya, teman ceweknya itu sangat suka makan hingga dijuluki perut karet sama taman – tamannya. Padahal sambal goring ikan pari adalah makanan kesukaan Vanda.
Karena itu , setelah mendengar jawaban seperti itu, Ega merasa ada yang tidak beres. Apalagi melihat wajah Vanda yang muram.
Ada apa Van? Marahan sama pacar loe?” Tanya Ega. Yang ditanya hanya menunduk, diam saja. Tetapi tidak lama kemudian langsung mengangguk.
“Kenapa marahan? Ga’ takut talak satu apa?
“Gaa!!! Gue lagi ga’ mood bercanda!”  Vanda emosi.
“wiih, parah banget loe Van!”
“Emang,” Vanda cemberut.
Ega tertawa terbahak – bahak, melihat  tingkahnya Vanda, semua rasa sakit hati yang dirasakan tiba – tiba hilang walaupun hanya sebentar.
“Gue udah putus Ga,”kata Vanda lirih.
Ega seketika langsung terdiam. Sama sekali tidak menyangka mendengar berita pahit seperti itu. “Ga’ usah bercanda loe Van,” katanya pelan.
Tetapi Vanda hanya menggeleng.
“Masalahnya apa?”
Vanda menggeleng lagi. “Ga’ jelas, pokoknya putus.”
“Kok bisa? Trus loe bisa terima?”
“Ya jelas ga’ lah Ga. Kalau alasan jelas dan tepat, gue ga’ sakit hati walaupun perih rasanya,”kata Vanda tegas.
“La terus gimana? Loe ga’ protes, Van?”
“Ga’ Ga. Ga ada gunanya. Dia punya hak memilih jalannya sendiri.”
“tetapi dia juga tidak punya hak untuk menyakiti hatimu, Van, Ega emosi.
Vanda senyum maksa, “Ya udah lah, Ga. Tar yang rusak gue tata lagi. Gue kuat kok,” jawab Vanda menyebabkan gengsi Ega menurun. Di pikirannya Ega terlintas baying – baying Nefa yang pernah dikenalkan Nina ke dia. Nefa sudah merusak hati Vanda dengan keputusan tanpa alas an yang jelas.
Ega kehilangan Nina. Vanda juga kehilangan seseorang yang dicintai. Ega bisa merasakan apa yang dialami oleh Vanda, walaupun cewek itu bisa menutupi dengan gurauan, dang anti bertanya, “Gimana kabar Nina Ga?”
“Baik,” jawab Ega tanpa semangat. Dia tidak tega mau menceritakan keadaan sebenarnya ke Vanda.
“udah ya Ga, gue pulang dulu. Klihatannya loe capek banget. Lain waktu aja Gue critain lagi,” kata Vanda dengan berdiri, ngambil motor dan menstaternya,”Salam buat Nina Ga,” kata Vanda sebelum keluar dari halaman rumah Ega. Ega tidak sanggup menyampaikan salam Vanda ke Nina yang sekarang bukan Ninanya lagi!
Setelah Vanda pergi, Ega merasa sepi. Ada di kamarnya sendiri hanya terdiam di bed. Mau makan atau tidur, Nina yang manis yang terlintas di otaknya. Ega harus mengakui bahwa hanya ada Nina di hatinya yang sekarang hanya menjadi baying – baying masa lalu.
Di sore hari, ketika merasa hatinya tidak nyaman, Ega mengajak Vanda keluar, “Temeni beli kaset ya Van.”
“La Nina?” Vanda heran.
“Ga’ bisa. Makanya gue ngajak loe.”
Jadinya Vanda mau menemani Ega. Setelah dapat kaset film documenter BBC dan Harry Potter di took kaset, Ega mengajak Vanda masuk ke warung bebek penyet di pinggir jalan.
“Nina kemana sih Ga?” Tanya Vanda sambil sibuk ngurus bebek penyetnya.
“Pergi,” jawab Ega singkat.
“Pergi kemana?” Vanda Tanya lagi, tidak paham dengan maksud Ega yang tidak begitu focus pada pertanyaannya, berpura – pura menyimak “Cinta Terlarang”nya Derby Romero yang iramanya mengalir di ruangan itu.
“Pergi kemana Ga?” Vanda mengulang pertanyaannya.
“Hm…”yang ditanya tetap tidak menjawab.
“Ga…” Vanda mulai marah. Ega tetap terdiam.
Lho Ga! Ga’ salah mata ini? Vanda memukul Ega. “Kata loe Nina pergi. Itu kan…” kata – kata Vanda terhenti. Ega ikut memperhatikan apa yang dilihat Vanda.
Ah, sekarang waktunya jujur, gumamnya dalam hati. Dari kejauhan, di seberang jalan. Ega melihat Nina jalan dengan Nefa, Nefa yang bukan lain adalah mantan Vanda!
Sekilas Ega melihat wajah Vanda yang menahan rasa sakit hati. Pemandangan yang mengiris hati itu yang menyebabkan kata – kata Vanda terhenti menyesakkan dada.
“Ga, ternyata loe sudah tau? Kenapa ga’ crita ke gue?” vandal menahan air mata yang akan menetes.
“Kok bisa bilang gue udah tau Van?”
Vanda tidak segera menjawab. Terlihat sedang menata hatinya. Dan “dari reaksi loe,” katanya ketika Vanda sudah bisa menata hatinya. “Harusnya loe kaget liat pacar loe sama Nefa. Tetapi loe tenang – tenang aja, tetapi mat aloe ga bisa bohong. Ada luka di penglihatan loe.”
Ega sekarang tidak bisa menghindar lagi, “Sorry kalo gue ga bisa jujur tentang Nina.. gue ga mau menambah beban fikiran loe. Tetapi ketika gue putus sama Nina, sepertinya dia belum jadian sama Nefa. Mungkin setelah Nefa mutus loe mereka jadian.”
Ega dan Vanda terdiam. Sama – sama tenggelam dengan fikirannya sendiri. Seperti kehilangan kata – kata untuk menumpahkan rasa kekecewaannya. Sore itu Cinta Terlarang Derby Romero semakin berputar di jiwanya.
Seterusnya, tertiup angina yang terasa dingin. Angin yang menerpa ranting – ranting kering dan menggugurkan daunnya, seperti ranting – ranting impian Vanda dan Ega yang kehilangan daun – daun hijaunya.